Hukum Persaingan Usaha Dinilai Ketinggalan Zaman, KPPU Dorong Modernisasi di Era Digital

JAKARTA, 14 DESEMBER 2025 — Lebih dari 25 tahun sejak disahkan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dinilai tak lagi sepenuhnya relevan dengan wajah ekonomi Indonesia saat ini.

Perubahan besar dari ekonomi konvensional menuju ekosistem digital yang serba cepat dan terintegrasi menuntut pembaruan aturan main agar persaingan usaha tetap sehat dan adil.

Kesenjangan antara regulasi lama dan realitas pasar digital menjadi sorotan utama dalam Diskusi Publik bertajuk “Modernisasi Kebijakan Persaingan Usaha untuk Daya Saing” yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bersama PROSPERA di Jakarta, Jumat (12/12/2025).

Forum ini menjadi bagian dari refleksi 25 tahun perjalanan KPPU sekaligus langkah strategis menyusun arah baru kebijakan persaingan usaha nasional.

Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa menegaskan, persaingan usaha yang sehat merupakan fondasi penting bagi perekonomian nasional. Namun, tantangan yang dihadapi saat ini jauh lebih kompleks dibandingkan dua dekade lalu. Ia menyoroti peran platform digital yang kini kerap memegang fungsi ganda, sebagai penyedia pasar sekaligus pelaku usaha di dalam ekosistemnya sendiri.

“Kondisi ini menimbulkan risiko persaingan baru yang belum diantisipasi dalam UU No. 5 Tahun 1999, seperti penyalahgunaan data, diskriminasi algoritma, hingga dominasi di pasar dua sisi,” ujar Fanshurullah, yang akrab disapa Ifan.

Menurutnya, tanpa regulasi yang adaptif terhadap ekonomi digital, inovasi justru bisa terhambat dan pelaku usaha baru akan kesulitan bersaing dengan perusahaan teknologi besar yang telah menguasai pasar.

Kekhawatiran tersebut sejalan dengan berbagai kajian internasional. Laporan UNCTAD, OECD, hingga indikator World Bank B-Ready dan Survei Ekonomi OECD 2024 menempatkan Indonesia pada posisi yang masih membutuhkan pembenahan serius dalam aspek persaingan usaha.

Lemahnya regulasi dinilai berpotensi menekan inovasi, menciptakan inefisiensi pasar, dan pada akhirnya merugikan konsumen.

Untuk menjawab tantangan itu, Anggota KPPU Eugenia Mardanugraha memaparkan sejumlah kajian strategis yang disusun PROSPERA sebagai bahan diskusi.

Kajian tersebut dituangkan dalam empat buku yang membahas capaian dan tantangan 25 tahun UU Persaingan Usaha, kesenjangan regulasi dengan standar internasional, kebutuhan modernisasi hukum persaingan di era digital, serta kaitan persaingan usaha dengan efisiensi ekonomi dan kesejahteraan konsumen.

Keempat dokumen tersebut diharapkan dapat menjadi landasan atau cetak biru bagi pembaruan hukum persaingan usaha di Indonesia.

Menutup diskusi, KPPU menegaskan perannya tidak hanya sebagai lembaga penegak hukum, tetapi juga mitra strategis pemerintah dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang inklusif.

Di tengah visi besar menuju Indonesia Emas 2045, pembaruan UU No. 5 Tahun 1999 dinilai bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendesak demi menjaga pasar yang adil, efisien, dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat.