Mantan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor), saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, di Sidoarjo, Senin (9/12/2024).
Sidoarjo, 9 Desember 2024 – Jaksa penuntut umum (JPU) KPK kabulkan pembukaan rekening terdakwa Ahmad Muhdlor. Hal itu menurut JPU rekening terdakwa tidak ada sangkut pautnya dalam struktur kasus pemotongan insentif ASN BPPD tersebut.
Hal itu disampaikan Jaksa KPK Andre Lesmana saat ditanya Majelis Hakim soal pembukaan rekening terdakwa disela pembacaan tuntutan. Ia Menyebutkan tidak keberatan dan mengabulkan pembukaan rekening terdakwa Ahmad Muhdlor lantaran dianggap tidak ada hubungannya dalam pengembangan kasus lainnya.
“Tidak keberatan majelis karena rekening yang bersangkutan tidak ada kaitannya dalam pengembangan kasus,” kata Andre dalam persidangan di pengadilan Tipikor, Senin (9/12/2024).
Sementara itu, penasehat Hukum terdakwa Bupati non aktif Ahmad Muhdlor menyebut tuntutan jaksa KPK berseberangan dengan materi yang dipahami. Pihaknya bakal menyiapkan pembelaan pada persidangan pekan depan.
Bupati non aktif Ahmad Muhdlor dituntut 6,4 tahun penjara dengan denda Rp 300 juta dan uang pengganti Rp 1 miliar lebih pada agenda sidang tuntutan di pengadilan Tipikor, Senin (9/12/2024).
Penasehat Hukum Ahmad Muhdlor, Mustofa mengatakan tuntutan jaksa KPK sangat berseberangan dengan pihaknya. Dia mengaku telah menyiapkan materi-materi pembelaan dalam sidang pekan depan.
“Tuntutan tadi sangat berseberangan dengan kami ya. Pastinya kita telah menyiapkan materi-materi untuk pembelaan di sidang pekan depan,” kata Mustofa.
Padahal menurut nya, dalam sidang pemeriksaan terdakwa pekan lalu, Ahmad Muhdlor mengatakan tidak tahu-menahu soal aliran dana pemotongan insentif ASN BPPD yang mengalir untuk keperluan keagamaan yang diminta saudara iparnya yakni Robith Fuady.
Tak hanya itu, ia juga menegaskan uang pembayaran barang di bea cukai senilai Rp27 juta yang diberikan melalui supirnya yakni Masruri adalah uang pribadinya yang kemudian tidak digunakan Masruri sesuai peruntukannya.
“Untuk hal yang menyangkut bea cukai itu, Gus Muhdlor menitipkan uang pembayaran, dengan uang pribadi nya ke saudara Masruri senilai Rp30 juta. Tapi dalam perjalanan nya yang bersangkutan tidak amanah dan yang harusnya uang itu digunakan untuk pembayaran resmi, malah belakangan Gus Muhdlor mengetahui kalau Ari Suryono yang pasang badan untuk membayar tanggungan di bea cukai itu,” ungkap Mustofa.
Selain itu, terkait tagihan pajak KPP Pratama Sidoarjo Barat senilai Rp 131 juta itu, ditegaskan Mustofa terdakwa Gus Muhdlor merasa tidak memiliki usaha yang berhubungan dengan tunggakan pajak tersebut.
Dari situlah, Ari Suryono, yang ditugaskan untuk mencari tahu soal tunggakan pajak, melakukan mediasi dengan pegawai pajak. Hasil klarifikasinya muncul billing pajak sebesar Rp26 juta, bukan Rp131 juta.
Ia menambahkan bahwa pembayaran Rp 26 juta yang dilakukan oleh Ari Suryono kepada pihak KPP Pratama Sidoarjo Barat bukanlah keputusan atau inisiatif dari pihaknya, melainkan tindakan pribadi dari Ari Suryono yang tidak melibatkannya atas pembayaran tersebut.
“Terdakwa tahu ada tagihan billing 26 juta itu ya setelah ada perkara ini,” pungkasnya.