SURABAYA, 12 DESEMBER 2024 – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Surabaya mengusulkan kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Surabaya sebesar 2,3% untuk tahun 2025. Usulan ini disampaikan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi global yang saat ini tengah menghadapi perlambatan dan ketidakpastian.
Koordinator Anggota Dewan Pengupahan Unsur Apindo Surabaya, Fahmirza, menjelaskan bahwa angka tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan. Yang pertama yaitu tantangan ekonomi global yang memengaruhi berbagai sektor usaha, terutama usaha kecil, menengah dan padat karya yang memiliki ketergantungan pada stabilitas perekonomian nasional.
Dalam situasi ini, fleksibilitas dalam kebijakan Ketenagakerjaan menjadi sangat penting untuk memungkinkan dunia usaha menyesuaikan diri dengan cepat dan efektif, guna mempertahankan kelangsungan operasinal.
Menurutnya, kenaikan upah minimum yang disampaikan Pemerintah akan sangat berdampak pada biaya tenaga dan struktur biaya operasinal perusahaan, khususnya di sektor usaha kecil, menengah dan padat karya. Dalam kondisi sekarang, kenaikan ini berisiko meningkatkan biaya produksi serta mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun Internasional.
“Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang pemutusan Hubungan Kerja (PHK) serta menghambat pertumbuhan lapangan Kerja,” ujar Fahmirza kepada media di Surabaya, Rabu (11/12/2024).
Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa kenaikan upah minimum bukan tentang setuju atau tidak setuju. Tetapi pada persoalan kemampuan perusahaan untuk memenuhi Kenaikan tersebut. Jika perusahaan tidak mampu menanggung lenaikan biaya tenaga kerja, maka akan dapat mengakibatkan berhentinya investasi baru dan perluasan usaha, serta efisiensi besar-besaran yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
Dari sisi hukum, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor 168/PUU-XXI/2023) tanggal 31 Oktober 2024 tidak ada Putusan yang menyatakan mencabut atau membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2023 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 tentang pengupahan. Dengan demikian maka secara hukum Peraturan Pemerintah 51 tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 tentang pengupahan masih tetap berlaku dan dapat digunakan sebagai landasan hukum untuk menghitung dan menetapkan upah minimum Kota/kabupaten.
Dengan mempertimbangkan berbagai hal tersebut, menurutnya, kenaikan sebesar 2,3% sudah cukup ideal untuk memberikan keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha.
Ia berharap pemerintah kota dan provinsi dapat mempertimbangkan secara matang usulan ini demi menciptakan keseimbangan antara kebutuhan pekerja dan keberlangsungan usaha.
Usulan Apindo ini memang berbeda jauh dengan aspirasi yang diajukan serikat pekerja. Perwakilan serikat pekerja mengusulkan kenaikan UMK sebesar 6,5%. Selisih pandangan ini menciptakan dinamika tersendiri dalam proses penetapan UMK 2025.
“Kami memahami bahwa kenaikan UMK penting untuk mendukung kesejahteraan pekerja. Namun, kami juga harus realistis. Kenaikan sebesar 2,3 persen sudah cukup sesuai dengan kemampuan rata-rata perusahaan, khususnya di sektor UMKM,” kata Fahmirza.
Ia menekankan pentingnya pendekatan yang bijak dalam menetapkan UMK, dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap dunia usaha dan ekonomi daerah.
Dalam proses penetapan UMK, Apindo menegaskan pentingnya keseimbangan antara kepentingan pekerja dan pengusaha.
“Kami berharap pemerintah dapat melihat situasi secara objektif dan mempertimbangkan semua aspek, baik dari sisi pekerja maupun pengusaha. Kami yakin bahwa kenaikan 2,3 persen adalah solusi terbaik dalam kondisi ekonomi seperti saat ini,” tutup Fahmirza.