JAKARTA, 12 DESEMBER 2024 – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menginisiasi pertemuan koordinasi lintas kementerian dan Lembaga untuk meningkatkan efektifitas pengawasan kemitraan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) guna pemerataan dan pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif. Pertemuan tersebut berhasil mengurai berbagai persoalan dan strategi untuk mengoptimal kemitraan UMKM.
Salah satunya melalui sistem informasi yang mengintegrasikan data UMKM Indonesia, baik dari sisi legalitas, akses pasar, akses pembiayaan, dan sebagainya. Ini dinilai dapat melengkapi tindakan pengawasan kemitraan yang didorong KPPU sejak beberapa tahun terakhir.
Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa mengungkapkan, salah satu tantangan pengawasan adalah data yang belum harmonis antar Lembaga.
KPPU telah menyusun suatu policy paper yang merekomendasikan adanya Instruksi Presiden RI agar pelaku usaha besar harus bermitra dengan pelaku UMKM untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
Lebih khusus, Ifan, panggilan akrab Ketua KPPU menggarisbawahi pasal 34 ayat 4 Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM yang menyebut bahwa untuk memantau pelaksanaan kemitraan, Menteri dapat lembaga koordinasi kemitraan usaha nasional dan daerah.
“Amanah undang-undang ini belum dilaksanakan meski sudah 16 tahun. KPPU jika dipercaya, siap mengambil peran sebagai Lembaga koordinatif tersebut,” tegas Ifan.
Menteri UMKM Maman Abdurrahman dalam kesempatan tersebut menyambut baik upaya solusi yang didorong KPPU, serta menjelaskan beberapa faktor penentu dalam pengawasan kemitraan.
Menurutnya, ada tiga hal yang menjadi penentu dalam efektifitas pengawasan kemitraan, yakni arah kebijakan kemitraan, langkah dan strategi kemitraan, serta urgensi.
“Jangan sampai upaya melindungi UMKM membuat adanya dikotomi atau jarak yang jauh antar pelaku usaha. Justru dibutuhkan konektifitas, sehingga terjadi rantai pasok usaha besar dengan UMKM,” jelas Menteri Maman
Dalam konteks urgensi, Menteri Maman menjelaskan bahwa keterkaitan dengan rantai global UMKM Indonesia hanya 4%. Sementara Negara tetangga di ASEAN, seperti Malaysia mencapai 46%, Thailand 29%, Filipina 21, dan Vietnam 20%.
Ada beberapa penyebab, salah satunya terjadi diskonektifitas yang terjadi antara UMKM dengan usaha besar. Jadi secara prinsip, Pemerintah setuju untuk melakukan pengawasan.
“Namun yang perlu menjadi catatan jangan sampai upaya untuk pengawasan jusru untuk membuat jarak antara besar, menengah, kecil, dan mikro. Jadi konteks pengawasan harus didorong untuk membangun suatu ekosistem yang kuat,” ungkapnya.
Terkait arah dan kebijakan kemitraan. Menteri Maman mengapresiasi pengawasan kemitraan oleh KPPU. Dijelaskan, upaya mendorong kemitraan UMKM telah dituangkan dalam Asta Cita, khususnya terkait amanat-amanat, seperti insentif, pola, perjanjian, peran pemerintah pusat dan daerah, dan tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagai pedoman perwujudan kemitraan UMKM.
Lebih lanjut, terkait langkah dan strategi kemitraan, Menteri Maman mendukung pendapat KPPU tentang perlunya pembenahan untuk persoalan data. Untuk itu perlu dipertajam jenis data apa yang perlu dikoordinasikan.
Dijelaskan bahwa pemerintah akan membuat suatu sentralisasi data yang dinamis untuk UMKM Indonesia melalui pemanfaatan sistem informasi. Nantinya pelaku bisa mengakses berbagai aspek seperti legalitas, akses ke pembiayaan, akses pasar, pelatihan, dan sebagainya.
Menjawab ide KPPU terkait Lembaga koordinasi, Menteri Maman merespon bahwa inisiatif koordinasi dalam pengawasan kemitraan memiliki relevansi untuk meningkatkan sinergi dalam melakukan perlindungan dan membesarkan UMKM. Agar lebih efektif, diusulkan proses di KPPU lebih kepada upaya pencegahan dan perbaikan.