Pertamax Green 95, Komitmen untuk Energi Berkelanjutan

Indonesia, dengan jumlah penduduk yang terus bertambah dan pertumbuhan ekonomi yang pesat menghadapi tantangan besar terkait energi. Pertumbuhan pesat industri otomotif dan kekhawatiran akan dampak negatif perubahan iklim telah mendorong banyak negara, termasuk Indonesia, untuk mencari solusi ramah lingkungan dalam sektor energi.

PT Pertamina (Persero) sendiri telah meluncurkan Pertamax Green 95 dengan bahan baku terbarukan yaitu bioetanol berasal dari molases tebu yang diproses menjadi etanol fuel grade. Inisiatif ini tentunya akan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Saat ini, Pertamax Green 95 yang ditandai dengan nozzle berwarna ungu sudah tersedia di 17 SPBU di DKI Jakarta dan Jawa Timur. ”Di Jatim sendiri ada 12 SPBU yaitu Sembilan di Surabaya, satu di Bojonegoro dan dua lagi di Sidoarjo,” kata Section Head Communication & Relation Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Taufiq Kurniawan ketika dihubungi, Sabtu (28/10/2023).

Setelah diluncurkan sejak tiga bulan lalu, bahan bakar ramah lingkungan ini semakin diterima konsumen. Hal ini terlihat dari konsumsinya yang terus meningkat. Dari sekitar 3000 liter per hari pada periode Juli-Agustus, sekarang sudah mencapai 5.000 liter per hari.

Selain mendukung penurunan emisi karbon dari kendaraan bermotor, produk dengan kandungan Ron 95 ini awalnya diluncurkan untuk mengisi kekosongan produk yang dipunyai kompetitor. “Kompetitor memiliki produk Ron 95, kita baru ada Ron 92 yaitu Pertamax dan Ron 98 yaitu Pertamax Turbo,” tuturnya.

Taufik menuturkan, konsumsi Pertamax Green 95 ini memang masih sedikit jika dibandingkan total konsumsi BBM di Jatim yang bisa mencapai 18.000 liter per hari. Hal ini diakuinya tidak lepas dari harga jual yang belum kompetitif.

Saat ini harga jual Pertamax Green 95 ada di kisaran Rp16.000, meningkat dibandingkan saat peluncuran yang masih dibandrol Rp13.500. Meskipun masih di bawah harga kompetitor untuk Ron yang sama, namun bagi sebagian besar masyarakat harga ini masih dinilai terlalu tinggi.

”Mungkin kalau bisa di bawah Rp15.000 bisa lebih diterima pasar. Karena itu harapannya pemerintah bisa memberikan intervensi memudahkan izin terkait bioetanolnya sehingga kita bisa menghadirkan harga yang lebih kompetitif,” pungkas Taufik.

Yanto, salah satu pengemudi ojek online di Surabaya mengaku sudah beberapa kali mengisi Pertamax Green 95. Walaupun lebih mahal dan tidak tersedia di semua SPBU di Surabaya, menurutnya mengisi BBM sepeda motornya dengan Pertamax Green 95 lebih efisien.

”Kalau menurut saya malah terasa lebih irit dan tarikannya lebih enteng jika dibandingkan pakai Pertamax atau Pertalite. Mungkin karena oktannya lebih tinggi jadi akselerasinya lebih maksimal. Kalau baru sekali diisi memang belum terasa bedanya. Tapi kalau sudah beberapa kali diisi Pertamax Green 95, akan terasa bedanya,” tutur Yanto.

Kontribusi dari Kebun Tebu

Bahan baku nabati yang digunakan untuk memproduksi Pertamax Green 95 yaitu molases dari tebu sangat mungkin dipenuhi dari Jawa Timur. Data dari buku Statistik Indonesia 2023 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022 Indonesia mampu menghasilkan tebu sebesar 2,4 juta ton.

Dari jumlah tersebut, Jawa Timur menjadi kontributor terbesar dengan produksi sebesar 1,20 juta ton tebu dan menjadi penghasil komoditas tebu terbanyak. Lima daerah sentra penghasil tebu di Jawa Timur yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Jombang.

Wawan Kurnia, petani tebu dari Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto mengatakan selama ini tebu yang dihasilkannya dikirim ke pabrik gula yang berada di wilayah tersebut. ”Kami selama ini tahunya tebu ya diolah jadi gula. Kalau sekarang pemerintah membuat bensin (bahan bakar) yang ada kandungan molases dari tebu wah itu bagus sekali,” ujarnya.

Sebagai petani muda yang meneruskan usaha orang tua, Wawan mengaku bangga jika petani dari desa seperti dirinya ikut berperan dalam pemenuhan energi bagi negeri. Jika sekarang banyak anak muda yang ingin meninggalkan pertanian karena dirasa kurang bergengsi dan hasilnya semakin menurun, maka dengan adanya bahan bakar berbahan baku nabati ini Ia berharap perhatian pemerintah terhadap petani tebu akan semakin meningkat.

Akhir tahun lalu, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) secara resmi telah memulai program “Bioetanol Tebu untuk Ketahanan Energi” di pabrik bioetanol PT Energi Agro Nusantara (Enero), Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Dalam sambutannya, Presiden berharap program tersebut dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas hasil produksi tebu di tanah air.

Terpisah, Direktur PT Energi Agro Nusantara (Enero) Puji Setiyawan mengatakan, kapasitas produksi pabrik Enero di Mojokerto, Jawa Timur, ialah 100.000 liter per hari atau 3 juta liter per bulan. Oleh karena itu, kebutuhan bioetanol fuel grade yang dibutuhkan Pertamina untuk tahap awal penerapan bioetanol 5 persen (E5) akan dapat dipenuhi PT Enero, yang juga anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara X.