Sekjen PBB Soroti Tren Kekerasan dan Konflik pada Perempuan di Debat Tahunan DK PBB

New York City, 8 Oktober 2025 – Tren mengkhawatirkan atas nasib perempuan di dunia, terutama yang berada di zona konflik, diangkat menjadi topik bahasan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, dalam debat tahunan Dewan Kemanan (DK) PBB

Pada debat bertema “Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan”, Guterres mengatakan bahwa jumlah perempuan di dekat wilayah konflik, mencapai angka tertinggi dalam beberapa puluh tahun terakhir. “Tahun lalu, sebanyak 676 juta perempuan tinggal dalam radius 50 kilometer dari lokasi konflik mematikan- angka tertinggi dalam beberapa dekade,” ujar Guterres

Selain itu, Guterres juga prihatin dengan angka kekerasan seksual terhadap anak perempuan yang meningkat tajam, dimana jumlah kasus yang terdata resmi naik hingga 35 persen. Bahkan di sejumlah wilayah, lebih dari separuh korban kekerasan seksual adalah anak perempuan

Tidak hanya itu, Guterres juga menyesalkan adanya diskriminasi gender terhadap perempuan, yang masih ditemukan di beberapa negara, di tengah peradaban teknologi yang makin maju. Ia mengambil contoh Afghanistan yang sangat membatasi akses perempuan di berbagai bidang

“Di Afghanistan, penghapusan sistematis terhadap perempuan dan anak perempuan dari kehidupan publik berlangsung sangat cepat, dengan pembatasan yang mengerikan dalam akses pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan, dan keadilan, serta meningkatnya kekerasan seksual dan angka kematian ibu,” jelas Guterres

Tidak hanya Afghanistan, nasib perempuan Palestina, Sudan, Haiti, Myanmar dan beberapa negara lainnya juga mengundang keprihatinan pria berusia 76 tahun itu. Menurutnya, kondisi perempuan, baik dewasa dan anak, di negara-negera tersebut berpotensi menghadapi resiko besar dan kekerasan yang mengerikan, dimana peran organisasi perempuan dunia masih mengalami kekurangan sumber daya

“Sekarang saatnya bagi negara-negara anggota untuk mempercepat komitmen mereka terkait perempuan, perdamaian dan keamanan,” tambah Guterres sembari menekankan bahwa agenda debat kali ini harus memberikan perubahan yang terukur

“Reformasi 1325 sudah jelas: perempuan adalah pemimpin perdamaian bagi semua. Dunia tidak memerlukan lebih banyak pengingat akan kebenaran itu, tetapi hasil nyata yang mencerminkan,” pungkasnya

sumber: Antara